Syekh Zakariya al-Anshari menjelaskan sedikit hikmah dari kewajiban zakat emas dan perak, beliau berkata:
وَالْمَعْنَى
فِي ذَلِكَ أَنَّ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ مُعَدَّانِ لِلنَّمَاءِ
كَالْمَاشِيَةِ السَّائِمَةِ (وَلَا) زَكَاةَ (فِي غَيْرِهِمَا مِنْ)
سَائِرِ (الْجَوَاهِرِ) وَنَحْوِهَا كَيَاقُوتٍ وَفَيْرُوزَجَ وَلُؤْلُؤٍ
وَمِسْكٍ وَعَنْبَرٍ لِأَنَّهَامُعَدَّةٌ لِلِاسْتِعْمَالِ كَالْمَاشِيَةِ
الْعَامِلَةِ وَلِأَنَّ الْأَصْلَ عَدَمُ الزَّكَاةِ إلَّا فِيمَا
أَثْبَتَهَا الشَّرْعُ فِيهِ
“Hikmah
zakat wajib atas emas dan perak adalah sesungguhnya keduanya
dipersiapkan untuk berkembang sebagaimana binatang ternak yang sâimah
(tidak dipekerjakan). Selain dua barang itu, tidak ada kewajiban zakat
atas barang-barang berharga (berupa logam atau sejenisnya) seperti
yaqut, fairuz, intan, misik dan ‘ambar karena sesungguhnya barang-barang
tersebut dipersiapkan untuk dipakai sebagaimana binatang ternak yang
dipekerjakan, dan karena sesungguhnya hukum asal dalam syariat adalah
tidak ada kewajiban zakat kecuali pada harta yang telah ditetapkan oleh
syariat.” (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, cetakan ketiga, 2000, jilid 5, halaman: 74)
Karena
Islam memandang emas dan perak termasuk dari harta yang memiliki
potensi berkembang sebagaimana binatang ternak, maka ia mewajibkan zakat
atas keduanya bila telah mencapai nishab dan haul (satu tahun), baik berupa emas dan perak batangan, leburan, logam, bejana, suvenir, ukiran, dan lain sebagainya.
Namun
jika emas dan perak dipergunakan sebagai perhiasan yang halal seperti
kalung, anting, dan gelang yang dipakai oleh para wanita, maka tidak ada
kewajiban zakat atasnya kecuali menurut mazhab Hanafi. (Ibn al’Abidin,
Radd al-Mukhtar ‘ala ad-Dur al-Mukhtar, Beirut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, cetakan pertama, 2001, jilid 3, halaman: 227)
Sedangkan
perhiasan emas dan perak yang dipergunakan secara haram, seperti
perhiasan emas yang dipakai oleh orang laki-laki, atau perhiasan yang
dikenakan melampaui batas kewajaran, wajib dizakati. Menurut sebagian
ulama, batas kewajaran dalam menggunakan perhiasaan emas atau perak
adalah apabila berat perhiasan yang dikenakan tidak melebihi 720 gram
(200 mitsqal). (Syekh Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Syarh
Ibn al-Qasim, Semarang, Toha Putra, cetakan ketiga, 2003, jilid 1,
halaman: 273)
Kewajiban zakat emas dan perak ditemukan dasarnya pada hadits riwayat Abu Dawud rahimahullah:
فَإِذَا
كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا
خَمْسَةُ دَرَاهِمَ ، وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَىْءٌ حَتَّى يَكُونَ لَكَ
عِشْرُونَ دِينَارًا ، فَإِذَا كَانَتْ لَكَ وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ
فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ ، فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ
“Jika
engkau memiliki perak 200 dirham dan telah mencapai haul (satu tahun),
maka darinya wajib zakat 5 dirham. Dan untuk emas, anda tidak wajib
menzakatinya kecuali telah mencapai 20 dinar, maka darinya wajib zakat
setengah dinar, lalu dalam setiap kelebihannya wajib dizakati sesuai
prosentasenya.” (HR. Abu Dawud)
Dalam hadits
ini ditegaskan bahwa zakat emas dan perak wajib dibayarkan ketika sudah
mencapai nishab dan telah melewati masa haul. Dan dari hadits ini pula
dapat pifahami bahwa zakat yang dikeluarkan adalah 2,5 persen dari aset
emas dan perak yang dimiliki. Sebab, 5 dirham adalah 2,5 persen dari 200
dirham, begitu pula setengah dinar adalah 2,5 persen dari 20 dinar.
Hanya
saja, dalam urusan konversi (perubahan dari satuan ke satuan yang lain,
dalam hal ini dari satuan mitsqal ke satuan gram) emas dan perak, para
ulama berbeda pendapat. Sehingga, dalam ukuran emas dan perak tertentu,
menurut sebagian ulama wajib dizakati sebab telah mencapai nishab,
sedangkan menurut ulama yang lain tidak wajib zakat sebab belum mencapai
nishab. Di atas telah disampaikan bahwa nishab emas murni adalah 20
dinar/20 mitsqal sedangkan nishab perak murni adalah 200 dirham. Dan
berikut ini adalah tabel nishab emas murni dan perak murni setelah
disesuaikan dengan beberapa hasil konvensi para ulama:
Tabel Nishab Emas
(20 dinar/20 mitsqal)
No
|
Hasil
konvensi
|
Menurut
versi
|
1.
|
77,50
gram
|
Madhab
Syafi’i, Maliki dan Hanbali
|
2.
|
107,75
gram
|
Madhab
Hanafi
|
3.
|
85
gram
|
DR.
Wahbah Zuhaily
|
4.
|
90,5
gram
|
Ali
Mubarak
|
5.
|
84,62
gram
|
Qasim
an-Nuri
|
6.
|
72
gram
|
Abdul
Aziz Uyun
|
7.
|
80
gram
|
Majid
al-Hamawi
|
Tabel Nishab Perak
(200 dirham)
No
|
Hasil
konvensi
|
Menurut
versi
|
1.
|
543,35 gram
|
Madhab
Syafi’i, Maliki dan Hanbali
|
2.
|
752,66 gram
|
Madhab
Hanafi
|
3.
|
595 gram
|
DR.
Wahbah Zuhaily
|
4.
|
625 gram
|
Qasim
an-Nuri
|
5.
|
504 gram
|
Abdul
Aziz Uyun
|
6.
|
672 gram
|
Majid
al-Hamawidankitab al-Fiqh
al-Manhaji
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar